H Mangkana , Saudagar Sukses Tidak Lulus SD

Perantau asal Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, H. Mangkana, salah satunya yang memperoleh kehormatan menjadi tokoh "success story" dalam diskusi para saudagar Bugis Makassar yang berlangsung di gedung Wisma Kalla Makassar, Kamis.

Pengusaha dari tanah Bugis yang telah memiliki 1.000 karyawan dengan 3.000 tambak udang binaan ini telah memukau ratusan peserta PSBM XII di Makassar saat dirinya menceritakan keberhasilannya menjadi eksportir udang terbesar ke Jepang, dan sebagian negara-negara di Eropa dan Asia, saat dia merantau di Samarinda, Kalimantan Timur.

Pria yang telah meninggalkan bangku kelas tiga sekolah dasar (SD) di Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulsel itu mengaku ikut merantau dengan pamannya ke Kalimantan Timur saat masih berusia 11 tahun karena sulitnya kehidupan di kampung halamannya.

"Saya merantau ke Kalimantan tahun 1972. Saya memulai usaha dagang rokok di daerah itu dengan bermodalkan jual sarung milik ayah saya yang hanya dihargai Rp50 ribu di kala itu," ujarnya.

Jual beli hasil bumi telah dia lakoni sejak 1975 bersama saudara-saudaranya dengan mengantarkan produk hasil bumi dari Kalimantan ke Mamuju, Sulawesi Barat.

"Bukan hal mudah hidup di kampung orang. Jatuh bangun saat menjalankan usaha itu hal biasa, bahkan suka-dukanya jauh lebih banyak dukanya," ujar Mangkana.

Usaha yang digelutinya selama setahun itu tidak menghasilkan apa-apa, justru kerugian sehingga Mangkana harus kembali lagi bekerja menjadi buruh harian.

"Berdagang hasil bumi dengan saudara terus merugi, saya kembali lagi menjadi buruh pengangkut barang," ucap dia.

Kemudian, seorang teman dari Solo sempat memberikan modal usaha Rp500 ribu untuk berdagang hasil bumi, tetapi gagal.

Dia mengaku, kerja keras membangun usaha yang diwarnai jatuh-bangun itu berakhir di tahun 2000 ketika dirinya mencoba membangun sebuah perusahaan yang bernama Syamsuria Mandiri.

"Nama perusahaan ini diambil dari kata 'syamsu' yang artinya cahaya terang," katanya.

Mengembangkan perusahaan dengan sistem manajemen biasa-biasa membuat dirinya berpikir untuk menggandeng seorang teman dari etnis Tionghoa, untuk bisa membangun sistem manajemen usaha yang jauh lebih baik.

"Teman saya sempat berpesan, agar saya tidak berhubungan dengan orang di Singapura karena orang kita (Indonesia) selalu menjadi 'makanan' orang negeri itu. Inilah yang menjadi motivasi saya sampai sekarang," katanya.

Pesan itulah yang menjadi salah satu rahasia kesuksesannya ketika di penghujung tahun 2002, ketika dia mencoba menjajaki pasar ke negeri Jepang yang hanya bermodalkan jasa juru bahasa.

"Saya sengaja ke Jepang tidak melalui perusahaan atau mitra kerja lainnya. Saya hanya membawa orang yang bisa berbahasa Inggris, karena saya akui berbahasa Indonesia saja saya sulit apalagi berbahasa asing," ucap dia.

Bermula dari jiwa kesederhanaan dan kerja kerasnya akhirnya Mangkana memperoleh pasar udang di Jepang dan mampu memproduksi udang dengan kualitas ekspor hingga 250 ton per bulan.

Produksi udang dengan nilai ekspor berkisar 3 juta dolar AS itu, sekitar 60 persen atau sekitar 100 ton dari total produksi itu dipasok ke negara Jepang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar