Profil Artina Prastiwi: Penemu Vaksin H5N1 + Cara Pembuatannya..Mantappp

Artina Prastiwi, mahasiswi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta berhasil menemukan vaksin penghambat virus H5N1 (flu burung). Vaksin itu bukan berasal dari bahan kimia, tapi organik atau herbal dari ekstrak buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa).

"Ekstrak buah Mahkota Dewa itu mengandung senyawa saponin yang berfungsi untuk menghambat perkembangan virus flu burung," ungkap Artina.

Ekstrak buah Mahkota Dewa mengandung senyawa saponin yang berfungsi untuk menghambat perkembangan virus flu burung. Senyawa itu dalam dosis yang tepat bisa menghambat virus mencapai 87 persen. Melalui beberapa kali penelitian, akhirnya ditemukan dosis yang tepat untuk menghambat virus tersebut secara efektif dalam diri unggas. "Dari hasil penelitian saya, dosis yang tepat adalah 10 persen," katanya.

Kadar saponin yang dibutuhkan untuk menghambat perkembangan virus tersebut adalah 10 miugram/mililiter (ml). Vaksin yang digunakan untuk disuntikkan ke unggas sendiri hanya 0,2 ml. Pada penelitian pertama menggunakan telur ayam berembrio yang telah diberikan virus flu burung. Telur tersebut kemudian disuntik beberapa dosis ekstrak mahkota dewa.

Telur tersebut kemudian diinkubasi selama 35 hari, hasilnya embrio tidak mati, sehat dan tanpa bekas luka. Namun ketika konsentrasi dosis saponin di tingkatkan menjadi 15 hingga 20 persen semua embrio di telur  tersebut mati.

"Terjadi perdarahan di seluruh tubuh, terjadi kekerdilan dan cairan alantois keruh. Ini membuktikan kadar saponin yang digunakan harus tepat karena kalau kelebihan mengakibatkan keracunan. Bila kurang juga tidak mampu menghambat laju virus," tandasnya.

Setelah melalui uji beberapa kali, Artina kemudian menguji pada unggas secara langsung dengan kadar 0,2 ml dalam satu dosis untuk unggas usia di bawah 21 hari dan ditambah menjadi 0,5 ml untuk unggas di atas usia 21 hari.

Menurutnya, untuk mendapatkan buah mahkota dewa juga sangat mudah karena banyak ditemukan di wilayah DIY dan Jawa Tengah. Untuk menghasilkan vaksin flu burung dalam satu dosis tersebut (0,2 ml) dibutuhkan kulit buah Mahkota Dewa sebanyak 3 gram untuk kemudian diekstrak menjadi vaksin. "Ekstrak itu masih harus dicampur dengan pelarut agar bisa cepat terserap dalam tubuh unggas," katanya.

Saat ini hasil penelitian Artina sudah didaftarkan untuk memperoleh hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Berkat penemuannya, mahasiswi angkatan 2007 ini berhasil meraih dua predikat sekaligus dana lomba penelitian yang dilakukan Masyarakat Ilmuwan dan Tehnologi Indonesia (MIPI) di Bogor, akhir Januari 2011 lalu. Dua predikat tersebut adalah juara satu lomba penelitian dan karya penelitian terbaik yang diselenggarakan MIPI.

Dia mengharapkan vaksin flu burung organik bisa diproduksi secara massal. Sebab, vaksin yang beredar saat ini selain mengandung bahan kimia yang juga memberikan efek samping negatif pada unggas harganya cukup mahal. Untuk 100 dosis vaksin flu burung yang beredar saat ini harganya bisa mencapai Rp 200 ribu. Tetapi untuk vaksin herbal ini bisa dijual dengan harga Rp 75 ribu untuk setiap 100 dosisnya.

"Saya masih akan terus mengembangkan penelitian ini. Hasil penelitian ini akan kami paparkan juga dalam pertemuan ilmiah di Thailand dan Jepang," pungkas Artina.

Sumber:Antara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar