Kondisi Guru di Pedalaman Memprihatinkan



Kondisi guru -guru di pedalaman Kalimantan Tengah sangat memprihatinkan. Masalah mereka seperti rumah dinas yang sangat tidak layak ditempati, perlengkapan mengajar sudah usang, dan fasilitas sekolah tak lengkap. Meski demikian, para guru tetap semangat mengajar murid-muridnya.

Menurut Hermilon (51), guru Sekolah Dasar (SD) Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Kalteng, Jumat (11/3), di sekolah itu terdapat tujuh guru. Sebanyak tiga guru menempati rumah dinas dengan kondisi mengenaskan. "Sudah tua, tidak nyaman, dan a da rumah yang atapnya bocor," katanya.

Kondisi itu membuat tenaga guru saat mengajar kurang maksimal karena tak bisa beristirahat dengan tenang. Hanya empat guru warga setempat yang menempati rumah pribadi. " Di rumah saya saja ada seorang guru SMP Tumb ang Anoi yang ikut tinggal. Mereka belum punya rumah dinas. Kami memang berdesakan," kata Hermilon.

Ukuran rumah itu 54 meter persegi. Bahkan, ada dua guru SMP Tumbang Anoi yang harus menempati ruang di sekolahnya. Di sekolah itu, dibuat sekat untuk kamar agar mereka bisa tinggal. Hermilon berharap, setiap guru bisa mendapatkan rumah dinas yang nyaman.

Selain itu, SDN Tumbang Anoi yang memiliki sekitar 70 siswa belum dilengkapi fasilitas perpustakaan. Sekolah juga belum memiliki peralatan tenis meja, bulu tangkis, dan sepak bola untuk siswa-siswa berolahraga. Hermilon menambahkan, guru-guru masih menggunakan mesin tik untuk membuat soal ujian.

Meski demikian, guru-guru tetap semangat mengajar. Padahal, sejumlah guru berasal dari daerah yang jauh, tutur Hermilon. Mereka antara lain berasal dari Palangkaraya dan Tumbang Miri di Kalteng bahkan Makassar di Sulawesi Selatan. Setiap kembali ke rumahnya, guru harus mengeluarkan ongkos lebih dari Rp 2 juta untuk pergi-pulang. Padahal, gaji mereka rata-rata hanya Rp 2 juta per bulan.

Guru SD Tumbang Anoi, Rini Susilowati (29), mengatakan, rumah dinas yang ia huni sebenarnya kurang layak ditempati. Rumah itu dibagi menja di tiga kamar dan ditempati bersama dua guru lainnya. Rini tinggal di kamar dengan luas hanya sembilan meter persegi. Di dinding rumah itu terlihat beberapa lubang. Kecoa dan tikus sering masuk melalui lubang tersebut, terutama pada malam hari.

Suasana di dalam rumah tampak gelap dan suram. Lampu tak bisa dinyalakan karena jaringan listrik belum sampai ke Tumbang Anoi. Hawa di dalam kamar amat panas karena atapnya dari seng. Di rumah tua itu, dinding kayunya sudah lapuk dengan lantai berderik dan mudah goyang bila diinjak. Daun jendela di dindingnya juga sudah patah.

Tak ada kamar mandi di dalam rumah. Jika hendak mandi, Rini yang sudah hampir 1,5 tahun tinggal di Tumbang Anoi harus pergi ke sungai. "Kalau rumah bisa direnovasi dan dibuat lebih layak, saya senang sekali. Meski demikian, saya tetap semangat mengajar murid karena sudah menjadi tugas sehari-hari," katanya.

Rini yang berasal dari Palangkaraya, pulang satu bulan sekali. Ia harus mengeluarkan biaya yang cukup besar, lebih dari 1 juta untuk satu kali perjalanan dari Tumbang Anoi ke Palangkaraya. Padahal, gaji Rini hanya sebesar Rp 1,8 juta per bulan.

Derawati (40), guru SD Tewah, Kecamatan Tewah, Kabupaten Gunung Mas, mengatakan, perlengkapan belajar-mengajar di sekolahnya sudah tua. Kursi, meja, dan papan tulis sudah tua dan usang. Sudah seharusnya diganti sehingga murid lebih nyaman belajar.

Kepala Bidang Pengembangan Standar Nasional Pendidikan, Dinas Pendidikan (Disdik) Kalteng Slamet Winaryo menjelaskan, guru-guru yang bekerja di daerah terpencil diberikan insentif sebesar Rp 1,5 juta per tahun. Di Kalteng terdapat sekitar 7.000 guru yang mendapatkan insentif tersebut.

Slamet menuturkan, pihaknya berupaya agar nasib guru bisa semakin baik. Akan tetapi, peran terbesar untuk merealisasikan langkah itu terletak di tangan pemerintah kabupaten/kota terkait.sources:kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar